PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL & MENENGAH DALAM MEMANFAATKAN KEKAYAAN HAK & INTELEKTUAL

PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL & MENENGAH DALAM MEMANFAATKAN KEKAYAAN HAK & INTELEKTUAL

Review:
ANALISIS

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN  DESAIN INDUSTRI KERAJINAN KERANG MUTIARA DALAM PEMBERDAYAAN USAHA KECIL DI KOTA AMBON

Oleh:Muchtar A H Labetubun

ABSTRAK
Hak Kekayaan Intektual (HAKI) adalah sebagai suatu sistem sarana pemberian hak kepada pihak-pihak yang memenuhi persyaratan dan memberikan perlindungan bagi para pemegang hak yang dimaksud dan sebagai alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab dengan adanya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) akan terbangkitkan motivasi untuk menghasilkan karya intektual. Hak Kekayaan Intektual (HAKI) terhadap Pemberdayaan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dalam memanfaatkan Hak Kekayaan Intektual tersebut belum berjalan dengan baik, karena pemerintah belum sepenuhnya memberikan penyuluhan tentang bagaimana memanfaatkan kekayaan intelektual ke semua koperasi dan usaha-usaha kecil di berbagai wilayah di Indonesia Agenda Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) khususnya desain industri  sebenarnya dapat mengembangkan potensi hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat melalui pemerintah daerah. Berbagai potensi hak kekayaan intelektual dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan kearifan karakteristik lokal seperti kerang Mutiara dapat dilindungi dan dimanfaatkan untuk kebaikan yang lebih besar dari masyarakat dan daerah . Salah satu potensi hak kekayaan intelektual di kota Ambon adalah produk mutiara kerajinan , karena ketekunan kerang mutiara membutuhkan perlindungan HAKI dan pemanfaatan desain industri , terutama untuk kepentingan publik yang lebih besar , khususnya Maluku Kota Ambon . Perlindungan desain industri produk kerajinan mutiara dari para desainer belum terdaftar hak desain industri karena banyak dari mereka yang tidak tahu yang bagaimana cara  untuk registrasi system fie dalam mengadopsi UU Desain Industri Nomor 31Tahun 2000 , sehingga perlindungan hak cipta atas kekayaan intelektual sebagai alternatif  keahlian Kerang Mutiara .

 Kata kunci : Desain Industri




I. PENDAHULUAN



1. Latar Belakang

Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada sektor industri. Salah satu kendala dalam melakukan pembangunan di Indonesia khususnya di bidang ekonomi, adalah faktor perangkat hukum yang masih perlu dikembangkan dan ditegakkan guna mengimbangi kebutuhan kemajuan masyarakat. Kemajuan dunia perdagangan berikut perangkatnya melesat meninggalkan perjalanan hukum nasional. Oleh karena itu, dalam era globalisasi perdagangan, pembangunan hukum di Indonesia diharapkan mampu mengantisipasi kemajuan di setiap sektor kehidupan masyarakat.
Ikut serta Indonesia sebagai anggota WTO (World Trade Organization) dan turut serta menandatangani Perjanjian Multilateral GATT Putaran Uruguay 1994, serta meratifikasi yang dituangkan dalam bentuk perundang-undangan, yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Estabilishing The Word Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) Maka konsekuensinya Indonesia harus berusaha menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) tersebut termasuk didalamnya mencakup Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP's) yang intinya mengatur ketentuan-ketentuan di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh negara-negara anggota yang akan diberlakukan mulai tanggal l Januari 1995.

Pemerintah Indonesia kini telah menjadi anggota WTO sebagai konsekuensinya terikat penuh pada aturan TRIP's sehingga semata aturan HaKInya harus menyesuaikan dengan aturan TRTP's dan konvensi internasional HaKI yang menjadi substansinya (Full Compliance). Selain itu Indonesia mulai 1 Januari 2000 harus menjamin perlindungan HaKI yang berasal dari negara lain sama seperti melindungi HaKI yang berasal dari dalam negeri (National Treatment Principle). Selain hal di atas juga diperlukan adanya penegakan hukum yang konsisten.

Untuk mengakomodasi beberapa ketentuan dari hasil Putaran Uruguay tersebut, Indonesia melakukan revisi terhadap beberapa Undang-undang Hak Atas Kekayaan Intelektual, yaitu:
1. UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang direvisi menjadi UU No 7 Tahun 1987 kemudian UU No. 12 Tahun 1997 dan terakhir UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2. UU No.6 Tahun 1989 tentang Paten kemudian menjadi UUNo. 13 Tahun 1997 dan disempurnakan menjadi UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3. UU No. 21 Tahun 1961 di ubah menjadi UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek direvisi dengan dikeluarkannya UU No.14 Tahun 1997 dan kemudian disempurnakan menjadi UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Indonesia masih harus melaksanakan kewajibannya menetapkan beberapa undang-undang di bidang HaKI lainnya yaitu Undang-Undang Desain Industri (Industrial Designs), Rahasia Dagang (Protection of Undisclosed Information), dan Semi Konduktor (Lay-out Designs of Integrated Circuits) serta Anti Persaingan Curang dalam Perjanjian Lisensi (Control of Anty Competitive Practices in Contractual Licences).

Pada tahun 2000, Indonesia telah memiliki tiga undang-undang barudi bidang HaKI, yaitu UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Namun demikian, adanya usaha pemerintah tersebut belum mendapat hasil yang maksimal. Dalam kenyataannya, perlindungan HaKI di Indonesia masih lemah. Pada saat ini, kesadaran masyarakat akan HaKI sangat minim. Ini terbukti adanya banyak kasus pembajakan terhadap produk yang sudah dilindungi dengan hukum HaKI, menyebabkan produk-produk yang sebenarnya karya asli Indonesia dijiplak oleh pengusaha asing diantaranya terhadap desain industri kerajinan rotan, kayu dan batik,  selain ini setidaknya ada 800-an motif perak tradisional Bali telah dipatenkan orang asing. "Sekitar 800 motif perak yang sebagian besar menggunakan motif tradisional Bali telah diklaim sebagai milik perusahaan orangasing5. Saat ini produk-produk tersebut tergolong salah satu produk unggulan ekspor Indonesia dari sektor non migas.”

Begitupun sebaliknya Indonesia sudah tiga tahun berturut-turut dimasukkan dalam daftar negara yang diawasi (Priority Watch List) oleh Amerika Serikat, karena dinilai tidak mampu memberikan perlindungan hukum HaKI. Banyak pelanggaran HaKI yang terjadi seperti pembajakan VCD, Program Komputer, pembajakan merek terkenal seperti Levi's, Polo maupun pelanggaran obat paten menjadi obat generik. Berdasarkan Special 301, United States Trade Representative (USTR) yang dipimpin oleh Charlene Barskefsky mengancam Indonesia untuk memberikan sanksi perdagangan atas komoditas garmen dan hasil bumi.

Bertolak belakang dari kenyataan tersebut, Indonesia masih harus mensosialisasikan peraturan-peraturan tentang HaKI secara efektifkepada masyarakat khususnya pada dunia usaha,sebagai pihakyang langsung menerima dampak pemberlakuan HaKI tersebutsehingga kesadaran dan perlindungan hukum terhadap pemilik atau pemegang HaKI itu meningkat.Jika pelanggaran HaKI ini terus berlanjut, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia dapat saja diajukan ke Panel WTO dan akan menerima sanksi dari WTO apabila terbukti jelek dalam perlindungan HaKInya. Akibat terburuk dari sanksi ini adalah penolakan masuk atau pembatasan kuota atas produk Indonesia ke suatu negara. Jika hal ini terjadi maka Indonesia akan kesulitan dalam memasarkan produknya.

Salah satu sektor yang akan terkena imbasnya adalah sektor usaha kecil, yang salah satunya adalah kerajinan kerang mutiara. Para pengrajin akan kesulitan memasarkan hasil kerajinannya. Apalagi nanti dalam menghadapi pasar bebas dunia, ataupun menyongsong berlakunya pasar bebas ASIAN/AFTA. Cepat atau lambat para pengrajin kerang mutiara harus berbenah diri untuk lebih mempersiapkan serta memperbaiki segala sistem penunjang kelayakan hidup dari pengrajin kerang mutiara. Hal ini adalah mutlak dilakukan mengingat bahwa pada era perdagangan bebas, hasil produksi dari pengrajin kerang mutiara harus memenuhi standart internasional dalam hal mutu dan kualitas serta melindungi produknya dengan hukum HaKI khususnya Desain Industri, sehingga produk mereka mempunyai daya saing di pasaran dan mampu bersaing di era pasar bebas nanti. Untuk itu perlu adanya pembinaan dari instansi terkait terhadap mereka.

Jika selama ini, peranan dalam menghadapi persaingan global mendatang lebih banyak mengharapkan pada kalangan dunia usaha yang berada di kota-kota besar terutama Jakarta maka harapan terhadap kemampuan dan potensi daerah harus pula dilakukan. Melibatkan potensi daerah yang sesungguhnya tempat di mana sumber daya alam itu berada, dan potensi-potensi sumber daya manusianya yang selama ini kurang dilibatkan maka kekuatan nasional akan dapat digalang lebih baik lagi .

Apalagi berlakunya undang-undang otonomi daerah yang telah diamanatkan oleh  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang disebutkan dalamPasal 12 (1) yaitu bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk Kabupaten/Kota adalah fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah. Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk itu daerah harus meningkatkan perekonomian daerah, sehingga daerah diharapkan mampu membiayai secara mandiri urusan -urusan rumah tangganya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang mewajibkan bagi daerah untuk mengelola secara mandiri pemerintahannya sendiri termasuk mengenai pendapatan dan pengeluaran daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah sekarang ini maka dikaitkan dengan perlindungan hukum terhadap khususnya produk-produk usaha kecil yang berpotensi terhadap HaKI antara lain bagaimana pemerintah daerah otonom dapat mengembangkan potensi HaKI yang dimiliki oleh usaha kecil, salah satunya berupa desain industri kerajinan kerang mutira yang dilindungi dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dan pemerintah daerah.

Pemerintah daerah harus melakukan upaya untuk menggali dan mengembangkan potensi masyarakat setempat, sehingga dengan menggali dan berusaha mengembangkan potensi yang ada, maka diharapkan mampu meningkatkan taraf perekonomian masyarakat. Sehingga dapat memberikan makna bahwa untuk dapat lebih maju dan berkembang, upaya perlindungan hukum HaKI atas desain industri terhadap kerajinan kerang mutiara yang digeluti oleh usaha kecil tidak hanya diserahkan kepada pemiliknya, namun diperlukan juga perhatian dan perlindungan dari pemerintah Kota Ambon .

Usaha kerajinan mutiara di kota Ambon dalam perkembangannya masih berupa usaha skala kecil yang masih membutukan pemberdayaan untuk meningkatkan dan mengembangkan produk kerajinan kerang mutiara terhadap mutu dan kualitas serta perlindungan dengan hukum HaKI atas desain industri, sehingga produk kerajinan kerang mutiara dari Ambon mempunyai daya saing di pasaran dan mampu bersaing dalam era pasar bebas.


2. Rumusan Masalah

Dilihat dari judul penelitian, maka dapatlah diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :

1.      Pemberdayaan usaha kecil kerajinan kerang mutiara dalam Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
2.      Bentuk perlindungan desain industri kerajinan kerang mutiara dalam Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
3.      Alternative perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) terhadap kerajinan kerang mutiara.

3. Tujuan dan Manfaat

1). Tujuan

Tujuan dari penelitian ini dapat disampaikan antara lain :

a.       Untuk mengetahui pemberdayaan usaha kecil kerajinan kerang mutiara dalam Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
b.      Mengetahui bentuk perlindungan desain industri kerjinan kerang mutiara dalam Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
c.       Mengetahui bagaimana cara alternative perlindungan HAKI terhadap kerajinan kerang mutiara.


Sumber : Jurnal Sasi Vol.17.No.2 Bulan April-Juni 2011









Categories:

Leave a Reply