PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL & MENENGAH DALAM MEMANFAATKAN KEKAYAAN HAK & INTELEKTUAL
II. KERANGKA PEMIKIRAN
Arti penting Hak
Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah :
1. “Sebagai
suatu sistem, HaKI sebagai sarana pemberian hak kepadapihak-pihak yang memenuhi
persyaratan dan memberikan perlindungan bagi para pemegang hak dimaksud; dan
2. HaKI adalah
alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab denganadanya perlindungan terhadap
HaKI akan terbangkitkan motivasi manusia
untuk menghasilkan karya intelektual”. (UU Hak Cipta, Paten& Merek, 2001).
1. Merek
Di dalam
Undang-undang Republik Indonesia tentang PATEN dan MEREK Tahun 2001,
khusus untuk merek diatur oleh Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001. Yang dimaksud
“Merek” adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Merek
merupakan karya intelektual yang menyentuh kebutuhan manusia sehari-hari
dalam melengkapi hidupnya. Perlindungan hukum bagi pemilik merek tidak
hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja, tetapi perlu dipandang dari
aspek ekonomi dan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam
Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi; “Barang
siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama atau
keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
2. Sosialisasi
Mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI)
Untuk
meningkatkan kesadaran tentang HaKI sangat perlu dilakukan sosialisasi
pada masyarakat. Penilaian komersial patut dihargai bagi seseorang yang
telah maju dalam berbisnis. Nilai komersial bisa hilang apabila usaha
tersebut tidak diikat erat-erat dengan ketentuan perundang-undangan. Di
Indonesia kelihatannya HaKI kurang diminati oleh pelaku bisnis, karena kurangnya
penyuluhan, kurangnya pembinaan pemerintah bagi usaha yang telah mulai baik
jalannya. Haltersebut disebabkan kultur masyarakat yang beranggapan
memperbanyak karya intelektual dengan mempromosikan karya tersebut tidak
perlu otorisasi, ada yang beranggapan tanpa HaKI barang/produk juga
terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti menambah beban usaha saja.
Persepsi yang keliru di kalangan masyarakat khususnya pengusaha tersebut perlu
segera diluruskan dan diperbaiki dengan memberikan pengertian-pengertian yang
jelas tentang HaKI. Tujuan sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional
maupun internasional termasuk dalam hal merek.
3. Sengketa
Merek Bagi Pelaku Bisnis
Sengketa merek
sering terjadi bagi pengusaha yang usahanya sudah maju dan berkembang
dengan baik dengan merek dagang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat,
dimana merek dagangnya telah dipalsukan oleh pengusaha
lainnya. Sengketa penggunaan merek tanpa hak dapat digugat
dengan delik perdata maupun pidana, disamping pembatalan pendaftaran
merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek dapat dibagi 2, yaitu
Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran.Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan :Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan
indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan
barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahundan/atau
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sumber : Jurnal Sasi vol.17.No.2 Bulan April-Juni 2011